Judul : Negeri 5 Menara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun Terbit : 2009
Tebal : 425 halaman
Ukuran :
13,4
x 19,9 cm
Harga :
Rp 45.000
RESENSI
NOVEL NEGERI 5 MENARA
Novel yang berjudul
Negeri 5 Menara menceritakan
negara-negara impian Alif (tokoh utama) beserta 5 orang temannya yang mereka
utarakan di sebuah menara (tempat favorit mereka di dalam pondok). Cerita ini berawal saat Alif berada di
Washington DC pada bulan Desember 2003 ia menerima pesan dari Atang, salah satu
Sahibul Menara yang berasal dari Bandung. Atang mengajak untuk reuni di
Trafalgar Square, London minggu depan karena Raja juga berada di London.
Setelah mendapat pesan dari Atang, Alif lalu teringat akan masa lalu, masa-masa
berada di Pondok Madani bersama para Shahibul Menara.
Alif Fikri adalah
seorangyang sangat menginginkan sekolah di SMA Bukittiggi Sumatera Barat dengan berbekal nilai ujian yang
lumayan bagus. Namun, ibunya tidak mengijinkannya. Beliau ingin Alif sekolah di
Madrasah Aliyah yang berbasik Agama, karena ibunya ingin Alif menjadi ustad (Ulama). Lalu, Alif
mendapatkan surat dari etek Gindo yang berisi tentang Pondok Madani yang ada di
Ponorogo, Jawa Timur serta pendaftaran untuk masuk ke pondok Madani. Dengan
setengan hati, Alif memilih untuk bersekolah di Pondok Madani.
Alif tidak pernah
mengira bahwa dirinya akan menjadi santri Pondok Madani yang disebut-sebut
telah mencetak banyak ulama dan intelektual muslim itu. Sebab, sejak kecil ia
ingin menjadi “Habibie”. Awal mulanya dia tidak tahu jika ada tes seleksi untuk
masuk Pondok Madani karena etek Gindo tidak mencerikakannya lewat surat.Setelah
dia dinyatakan lulus seleksi dan menjadi santri Pondok Madani, dia sangat kaget
dengan segala peraturan ketat dan kegiatan pondok. Untunglah, dia menemukan
sahabat-sahabat yang bernama Raja
dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan
Baso dari Gowa. Mereka dijuluki sebagai para “Sahibul Menara” atau “orang
yang punya menara” sebutan bagi Alif dan 5 temannya karena seringnya mereka
menghabiskan waktu senggangnya di menara Mereka yakin kelak
impian itu akan terwujud. Karena mereka yakin akan mantra ampuh yang mereka
dapatkan dari Kyai Rais (Guru besar PM), yaitu man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil.
Sudah
selama 4 tahun mereka belajar di Pondok Madani, Alif beserta teman-temannya
sudah banyak berkembang menjadi orang yang lebih baik. Dan suatu ketika, Baso
mendapatkan surat yang berisi bahwa neneknya semakin sakit dan tidak bisa
bangun lagi dari tempat tidur. Akhirnya Baso memilih untuk pulang agar bisa
merawat neneknya dan juga belajar mengahafal Al-Qur’an. Setelah kepulangan
Baso, mereka merasa kehilangan saudara di PM. Alif juga teringat akan niatan
setengah hatinya dulu, yang akhir-akhir ini muncul lagi. Untuk mencegah Alif
pulang, Ayahnya pergi ke PM untuk membujuk Alif, beliau menginap selama 3 hari
dan akhirnya misinya selesai.
Akhirnya
Ujian pun tiba, ada ujian lisan, tulis dan terakhir ujian peradaban islam.
Setelah melaksanakan ujian, Alif, Dulmajid, Said, Atang, dan Raja dapat
bersantai-santai di bawah menara, dan bencanda tawa. Setelah 2 minggu sejak mereka merayakan selesainya ujian,
tibalah pengumuman kelulusan dan mereka semua lulus dengan hasil yang baik.
Malamnya diadakan Khutbah perpisahan dan berjabat tangan dengan semua warga PM.
Keesokan harinya, adalah waktu untuk berpisah, masing-masing Sahibul Menara
dipulangkan dengan bus dengan tujuan masing-masing.
Sebelas
tahun kemudian, Alif, Raja, dan Atang bertemu lagi di Trafalgar Square, London.
Tepatnya di kaki menara dengan empat patung singa tempat mereka berjanji untuk
bertemu. Lalu, mereka menginap di apartemen Raja. Ia tinggal berdua dengan
Fatia, istrinya yang lulusan pondok khusus putri di Mantingan. Para Sahibul
Menara kini tidak berenam lagi. Mereka sudah menikah. Kini Said meneruskan
bisnis batik keluarga Jufri di pasar ampel, Surabaya. Sesuai cita-cita mereka
dulu, Said dan Dulmajid bekerja sama mendirikan sebuah pondok dengan semangat
Pondok Madani di Surabaya. Baso kini kuliah di Mekkah dan mendapat beasiswa
penuh dari pemerintah Arab Saudi. Sedangkan Atang telah delapan tahun menuntut
ilmu di Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa program doktoral untuk ilmu hadits
di Universitas Al-Azhar. Sementara Raja berkisah kalau ia telah satu tahun
tinggal di London, setelah menyelesaikan kuliah hukum Islam dengan gelar S1 di
Madinah. Kini mereka berenam telah berada di lima negara yang berbeda. Di lima
menara impian mereka.
Impian-impian
yang besar dapat membuat kita termotivasi untuk berjuang mewujudkan impian itu.
Walaupun usaha-usaha yang kita lakukan untuk menggapai impian kita belum
berhasil , tapi kita jagn menyerah,
Allah pasti akan membalas semua usaha-usaha kita dengan hasil yang terbaik
untuk kita.
Penulis ingin mengubah pola pikir kita tentang
kehidupan pondok yang hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain
belajar ilmu agama, ternyata juga belajar ilmu umum seperti bahasa Inggris Arab,
kesenian dll.
Pelajaran
yang dapat dipetik adalah jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi
apapun, karena Allah Maha mendengar do’a dari umatnya. Latar suasana, tempat,
maupun waktu sangat jelas, sehingga pembaca dapat lebih berimajinasi. Alur yang
ada dalam novel ini adalah alur campuran, sehingga pembaca tidak bosan untuk
membacanya
Pada novel ini, tidak
digambarkan dengan jelas bagaimana karakter masing-masing tokoh. Novel ini dapat dibaca oleh kalangan remaja
dan dewasa. Karena dalam novel ini terdapat banyak kosakata dan wawasan
berbagai macam daerah, sehingga mampu memperkaya kosakata dan wawasan berbagai
macam bahasa daerah serta dapat memotivasi kita untuk meraih impian kita.
Sinopsis :
Novel yang berjudul
Negeri 5 Menara menceritakan
negara-negara impian Alif (tokoh utama) beserta 5 orang temannya yang mereka
utarakan di sebuah menara (tempat favorit mereka di dalam pondok). Cerita ini berawal saat Alif berada di
Washington DC pada bulan Desember 2003 ia menerima pesan dari Atang, salah satu
Sahibul Menara yang berasal dari Bandung. Atang mengajak untuk reuni di
Trafalgar Square, London minggu depan karena Raja juga berada di London.
Setelah mendapat pesan dari Atang, Alif lalu teringat akan masa lalu, masa-masa
berada di Pondok Madani bersama para Shahibul Menara.
Alif Fikri adalah
seorang yang sangat menginginkan sekolah
di SMA Bukittiggi Sumatera Barat dengan
berbekal nilai ujian yang lumayan bagus. Namun, ibunya tidak mengijinkannya.
Beliau ingin Alif sekolah di Madrasah Aliyah yang berbasik Agama, karena ibunya
ingin Alif menjadi ustad (Ulama). Lalu,
Alif mendapatkan surat dari etek Gindo yang berisi tentang Pondok Madani yang
ada di Ponorogo, Jawa Timur serta pendaftaran untuk masuk ke pondok Madani. Dengan
setengan hati, Alif memilih untuk bersekolah di Pondok Madani.
Alif tidak pernah
mengira bahwa dirinya akan menjadi santri Pm yang disebut-sebut telah mencetak
banyak ulama dan intelektual muslim itu. Sebab, sejak kecil ia ingin menjadi
“Habibie”. Awal mulanya dia tidak tahu jika ada tes seleksi untuk masuk Pondok
Madani karena etek Gindo tidak mencerikakannya lewat surat.Setelah dia
dinyatakan lulus seleksi dan menjadi santri Pondok Madani, dia sangat kaget
dengan segala peraturan ketat dan kegiatan pondok. Untunglah, dia menemukan
sahabat-sahabat yang bernama Raja
dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan
Baso dari Gowa. Mereka dijuluki sebagai para “Sahibul Menara” atau “orang
yang punya menara” sebutan bagi Alif dan 5 temannya karena seringnya mereka
menghabiskan waktu senggangnya di menara Mereka yakin kelak
impian itu akan terwujud. Karena mereka yakin akan mantra ampuh yang mereka
dapatkan dari Kyai Rais (Guru besar PM), yaitu man jadda wajada, siapa yang
bersungguh-sungguh akan berhasil.
Sudah
selama 4 tahun mereka belajar di Pondok Madani, Alif beserta teman-temannya
sudah banyak berkembang menjadi orang yang lebih baik. Dan suatu ketika, Baso
mendapatkan surat yang berisi bahwa neneknya semakin sakit dan tidak bisa bangun
lagi dari tempat tidur. Akhirnya Baso memilih untuk pulang agar bisa merawat
neneknya dan juga belajar mengahafal Al-Qur’an. Setelah kepulangan Baso, mereka
merasa kehilangan saudara di PM. Alif juga teringat akan niatan setengah
hatinya dulu, yang akhir-akhir ini muncul lagi. Untuk mencegah Alif pulang,
Ayahnya pergi ke PM untuk membujuk Alif, beliau menginap selama 3 hari dan
akhirnya misinya selesai.
Akhirnya
Ujian pun tiba, ada ujian lisan, tulis dan terakhir ujian peradaban islam.
Setelah melaksanakan ujian, Alif, Dulmajid, Said, Atang, dan Raja dapat
bersantai-santai di bawah menara, dan bencanda tawa. Setelah 2 minggu sejak mereka merayakan selesainya ujian,
tibalah pengumuman kelulusan dan mereka semua lulus dengan hasil yang baik.
Malamnya diadakan Khutbah perpisahan dan berjabat tangan dengan semua warga PM.
Keesokan harinya, adalah waktu untuk berpisah, masing-masing Sahibul Menara
dipulangkan dengan bus dengan tujuan masing-masing.
Sebelas
tahun kemudian, Alif, Raja, dan Atang bertemu lagi di Trafalgar Square, London.
Tepatnya di kaki menara dengan empat patung singa tempat mereka berjanji untuk
bertemu. Lalu, mereka menginap di apartemen Raja. Ia tinggal berdua dengan
Fatia, istrinya yang lulusan pondok khusus putri di Mantingan. Para Sahibul Menara
kini tidak berenam lagi. Mereka sudah menikah. Kini Said meneruskan bisnis
batik keluarga Jufri di pasar ampel, Surabaya. Sesuai cita-cita mereka dulu,
Said dan Dulmajid bekerja sama mendirikan sebuah pondok dengan semangat Pondok
Madani di Surabaya. Baso kini kuliah di Mekkah dan mendapat beasiswa penuh dari
pemerintah Arab Saudi. Sedangkan Atang telah delapan tahun menuntut ilmu di
Kairo dan sekarang menjadi mahasiswa program doktoral untuk ilmu hadits di
Universitas Al-Azhar. Sementara Raja berkisah kalau ia telah satu tahun tinggal
di London, setelah menyelesaikan kuliah hukum Islam dengan gelar S1 di Madinah.
Kini mereka berenam telah berada di lima negara yang berbeda. Di lima menara
impian mereka. (paragraf 1-6)
Tujuan
Resensi :
Mengubah pola pikir kita tentang kehidupan
pondok yang hanya belajar agama saja. Karena dalam novel ini selain belajar
ilmu agama, ternyata juga belajar ilmu umum seperti bahasa Inggris Arab,
kesenian dll. (paragraf 8 )
Tujuan
Resensator :
Impian-impian yang
besar dapat membuat kita termotivasi untuk berjuang mewujudkan impian itu.
Walaupun usaha-usaha yang kita lakukan untuk menggapai impian kita belum
berhasil , tapi kita jangan menyerah,
Allah pasti akan membalas semua usaha-usaha kita dengan hasil yang terbaik untuk
kita. (paragraf 7)
Kelebihan :
·
Pelajaran yang dapat dipetik adalah
jangan pernah meremehkan sebuah impian setinggi apapun, karena Allah Maha
mendengar do’a dari umatnya. (paragraf 9)
·
Alur yang ada dalam novel ini adalah
alur campuran, sehingga pembaca tidak bosan untuk membacanya (paragraf 9)
·
Latar suasana, tempat, maupun waktu
sangat jelas, sehingga pembaca dapat mengerti dan lebih berimajinasi. (paragraf
9)
Kelemahan :
·
Pada novel ini, tidak digambarkan dengan
jelas bagaimana karakter masing-masing tokoh. (paragraf 10)
Nilai
Buku :
Novel ini dapat dibaca
oleh kalangan remaja dan dewasa. Karena dalam novel ini terdapat banyak
kosakata dan wawasan berbagai macam daerah, sehingga mampu memperkaya kosakata
dan wawasan berbagai macam bahasa daerah serta dapat memotivasi kita untuk
meraih impian kita. (paragraf 10)
No comments:
Post a Comment